Fakultas Syariah Gelar Diskusi Mengenai Pro-Kontra RKUHP
Pekan terakhir bulan September publik disuguhi tayangan gelombang demo mahasiswa menyuarakan penolakan terhadap beberapa Rancangan Undang Undang (RUU) yang akan disahkan dalam rapat paripurna DPR di gedung parlemen Senayan Jakarta. Beberapa RUU yang ditolak karena dinilai kontroversial antara lain; Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU KPK, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU Ketenagakerjaan.
Demontrasi penolakan RUU tersebut tidak hanya terjadi di Ibukota Republik Indonesia, aksi penolakan mahasiswa juga terjadi di wilayah propinsi maupun kabupaten. Seperti yang terjadi di Kudus, mahasiswa IAIN Kudus juga turut melakukan aksi penolakan terhadap beberapa RUU tersebut. Oleh sebab itu fakultas syariah tertarik untuk menyelenggarakan diskusi dengan maksud memperjelas pemahaman mahasiswa terkait pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dengan dipandu langsung oleh Dr. Any Ismayawati, M.Hum. (Dekan) dan sebagian dosen fakultas syariah, diskusi dilaksanakan di ruang tengah lantai satu (1) gedung R. Sebelum diskusi digelar, terlebih dahulu mahasiswa disuguhi tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) dengan tema “ Kontroversi RKUHP: Dari Pasal Kumpul Kebo Sampai Penghinaan Presiden”. “Diskusi ini sengaja kami gelar bertujuan untuk memperjelas pemahaman mahasiswa tentang RKUHP terutama pada pasal-pasal yang secara tidak langsung berkaitan dengan syariah Islam. Seperti pidana tentang persetubuhan di luar nikah, bukankah hal itu senafas dengan syariah Islam?, namun mengapa justru hal itu juga menjadi bagian penolakan yang diusung mahasiswa. Bayangkan jika hal semacam itu tidak diatur di negara kita, bangsa Indonesia bisa kehilangan citra relegiusnya karena seks bebas yang berakibat pada rusaknya moral masyarakat dibiarkan begitu saja. RKUHP mungkin dinilai belum sempurna, tapi untuk mengkritisinya mahasiswa IAIN Kudus sebaiknya tidak hanya asal ikut-ikutan, lebih tepat jika sebelum mengadakan aksi terlebih dahulu didiskusikan atau dikaji dengan para ahli hukum atau dosen” ujar Any Ismayawati.