HMPS HKI Gelar Lomba Esai dan Seminar Nasional "Fenomena Kerajaan Baru Perspektif Hukum Islam dan Hu
Diawal tahun 2021 ini bangsa Indonesia disuguhi fenomena unik, namun secara tidak langsung melahirkan konsekuensi penanganan yang tidak bisa dianggap remeh atau dikesampingkan begitu saja, utamanya oleh aparat penegak hukum. Kemunculan kerajaan-kerajaan baru seperti Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Sunda Empire di Bandung, Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu di Tasikmalaya, di Tangerang ada “King of The King”, Negara Rakyat Nusantara yang tidak jelas keberadaannya, bahkan di Serang Banten dengan nama yang menggelitik: “Kerajaan Ubur-ubur”. Fakta tersebut jika dibiarkan tentu akan menjadi masalah ditengah masyarakat yang mungkin sebagian menilainya sebagai sesuatu yang meresahkan atau sebaliknya menjadi hiburan ditengah hiruk pikuk konten hoax yang bertebaran dimedia sosial.
“Fenomena munculnya kerajaan-kerajaan baru itu menjadi sesuatu yang menarik untuk di kaji dari sudut pandang ilmiah. Harapan kami dengan adanya kajian ilmiah tentang fenomena tersebut akan menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti; kenapa muncul kelompok-kelompok yang mensosialisasikan sebagai kerajaan baru di negeri ini? Bagaimana tindakan pemerintah terhadap fenomena tersebut? apakah hal itu termasuk suatu bentuk pelanggaran hukum? dan sebagainya. Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Hukum Keluarga Islam (HKI) IAIN Kudus yang tahun ini berkesempatan menjadi tuan rumah Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Forum Mahasiswa Hukum Islam Indonesia (FORMAHI) dilanjutkan dengan Rapat Kerja Nasional dan Rapat Kerja Wilayah (Rakernas dan Rakerwil), “memotret” itu sebagai tema yang diangkat dalam lomba esai dan seminar nasional: Fenomena Kerajaan Baru Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia.” tutur Medan Wijaya mahasiswa prodi HKI IAIN Kudus selaku ketua panitia.
Perhelatan ini kami selenggarakan dua hari, 26-27 Februari 2021. Dimulai dengan seremonial pembukaan di ruang seminar gedung Perpustakaan lantai empat (4), Presentasi lomba esai, Pelantikan DPP dan DPW FORMAHI, Seminar Nasional oleh para pakar, Rakernas dan Rakerwil, kemudian diakhiri dengan berziarah di makam Sunan Kudus dan jalan-jalan ke Museum Jenang Mubarok lanjutnya.
Dr. Muhaimin, M.H.I. pakar hukum Islam IAIN Kudus yang membawakan materi “Fenomena Kerajaan Baru Dalam Perspektif Hukum Islam” menyampaikan bahwa: “Fenomena munculnya kerajaan baru belakang ini merupakan kapitalisasi simbol-simbol kerajaan, kejayaan maupun kemulyaan yang dipakai oleh deklarator untuk menjawab problematika kehidupan di Indonesia. Motiv dari deklarasi tersebut bisa karena romantisme sejarah (mendambakan kejayaan masa lalu seperti pada era kerajaan), sensasionalisme (mencari sensasi supaya terkenal) atau kapitalisasi (rekayasa simbol-simbol kerajaan, kejayaan atau kemulyaan untuk meraih suatu keuntungan). Dalam pandangan hukum Islam, selagi tidak melakukan makar, maka solusinya adalah aparat negara melakukan pendekatan yang soft sebagai upaya proses penyadaran. Akan tetapi jika sesudah deklarasi kelompok tersebut melakukan upaya makar, maka negara boleh menumpasnya”.
“Dilihat dari hukum positif dalam perspektif hukum tata negara, fenomena itu tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 UUD RI 1945. Dari kacamata hukum pidana apabila hal itu mengancam pemerintah berdaulat, berarti makar. Tetapi jika pembentukan kerajaan baru itu menitikberatkan pada masalah ekonomi, maka merupakan bentuk penipuan atau bahkan mungkin penggelapan. Sedangkan jika dilihat dari hukum perdata apabila dalam perekrutan pengikut kerajaan ada perjanjiannya, maka perjanjian tersebut dapat batal karena adanya kebohongan atau informasi yang tidak sebenarnya tentang hal yang diperjanjikan” tutur Dr. Any Ismayawati, M.Hum. pakar hukum pidana IAIN Kudus. (KUA.red)